Wednesday, 3 April 2013

5 Fakta Ekonomi Indonesia

5 Fakta Ekonomi Indonesia Versi Bayu Krisnamurthi

Saat membuka acara Simposium Nasional "Ekonomi Kopi" di Universitas Jember, Kamis, 8 November 2012, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi melontarkan lima fakta yang menurut dia bisa menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia. "Saya menyebutnya "lima angka lima" yang patut kita cermati dalam dinamika ekonomi kita," katanya.

Pertama, menurut Bayu, ada 50 juta orang Indonesia yang diidentifikasi sebagai anggota kelas konsumen. Mereka adalah orang-orang yang memiliki daya beli hingga Rp 20 juta per bulan untuk segala macam kebutuhan hidup, seperti makanan, minuman, dan barang-barang fashion. Mereka selalu mencari dan membeli beragam barang dengan pertimbangan kebutuhan, kualitas, pelayanan, dan gengsi. "Kelompok ini besarnya dua kali Malaysia, dua kali Australia, dan sepuluh kali Singapura," katanya.

Kedua, ada Rp 5.000 triliun uang yang dipakai warga membeli kebutuhan sandang, pangan, dan papan setiap tahun. Sekitar Rp 3.000 triliun dipakai membeli makanan dan minuman. "Mereka tidak mau monoton, selalu ingin mencoba yang baru," katanya.

Ketiga, ada 53 persen penduduk Indonesia yang tinggal di kota. Mayoritas dari mereka adalah konsumen, bukan produsen pangan. Keempat, ada 52 kota di Indonesia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi-sosial yang tinggi. "Di Jawa Timur, yang termasuk adalah Malang, Kediri, Jember, Banyuwangi, dan Blitar. Kota kedua yang menjadi sasaran pasar dunia," katanya.

Kelima, ada 54 jenis barang yang menjadi fokus kebutuhan rakyat Indonesia. Yang dominan, kata Bayu, adalah kebutuhan makanan, minuman, pakaian, dan kosmetik.

"Lima angka itu menjadi indikasi penting akan begitu besarnya potensi pasar Indonesia yang terus diburu produsen dari luar negeri. Dan ini yang harus kita benahi agar bisa memperkuat ekonomi, salah satunya menekan impor,"kata dia.

Indonesia, kata Bayu, perlu menumbuhkan industri intermediate atau industri bahan dan bahan penolong agar angka impor tak lagi besar. Apalagi saat ini impor bahan baku lebih besar daripada impor barang konsumsi. "Pertumbuhan impor barang konsumsi kita hanya 0,6 persen. Tapi pertumbuhan impor bahan baku dan bahan penolong mencapai 10-15 persen," katanya.

Kondisi itu berarti masyarakat Indonesia sudah mulai bergeser, dari menggunakan barang konsumsi impor ke barang produksi dalam negeri. Namun, tren positif ini tidak diikuti tren serupa dalam proses produksi.

MAHBUB DJUNAIDY

Sumber; tempo.co

No comments:

Post a Comment