Saturday 7 June 2014

Mengapa Aku Cinta Islam?


Di antara alasan kenapa aku cinta Islam adalah karena kesempurnaan syari’at Islam dan keridhoan Allah pada ajaran ini. Jika Allah sudah ridho, tentu tidak boleh ada yang tidak suka karena langsung keridhoan itu datang dari Sang Kholiq yang berada di atas langit

Dan ayat ini sudah menunjukkan keistimewaan ajaran Islam dibanding ajaran lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS. Al Ma’idah: 3).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tentang ayat di atas,
وقوله: { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا } هذه أكبر نعم الله ، عز وجل، على هذه الأمة حيث أكمل تعالى لهم دينهم ، فلا يحتاجون إلى دين غيره، ولا إلى نبي غير نبيهم، صلوات الله وسلامه عليه؛ ولهذا جعله الله خاتم الأنبياء، وبعثه إلى الإنس والجن، فلا حلال إلا ما أحله، ولا حرام إلا ما حرمه، ولا دين إلا ما شرعه، وكل شيء أخبر به فهو حق وصدق لا كذب فيه ولا خُلْف، كما قال تعالى: { وَتَمَّتْ كَلِمَتُ (1) رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا } [ الأنعام : 115 ] أي: صدقا في الأخبار، وعدلا في الأوامر والنواهي، فلما أكمل (2) الدين لهم تمت النعمة عليهم (3) ؛ ولهذا قال [تعالى] (4) { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا } أي: فارضوه أنتم لأنفسكم، فإنه الدين الذي رضيه الله وأحبه (5) وبعث به أفضل رسله الكرام، وأنزل به أشرف كتبه.
“Ayat ini sudah menunjukkan bahwa inilah nikmat terbesar dari Allah terhadap umat Islam, di mana Allah telah menyempurnakan agama ini pada Islam sehingga mereka tidak butuh pada agama selain Islam. Begitu pula mereka tidak butuh pada Nabi selain Nabi mereka. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dijadikan penutup para Nabi. Dan beliau diutus pada manusia dan jin. Tidak ada suatu yang halal dan yang haram kecuali yang beliau tunjukkan. Begitu pula tidak ada syari’at (ajaran) yang diikuti kecuali syari’at dari beliau. Dan setiap yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan selalu benar dan tidak ada dusta.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ  رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا
Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil.” (QS. Al An’am: 115). Yang dimaksud ayat ini adalah benar dalam berita dan adil dalam setiap perintah dan larangan. Ketika dikatakan bahwa Islam telah disempurnakan, itu pertanda bahwa nikmat telah sempurna. Oleh karena itu disebutkan dalam ayat ini (yang artinya), “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. Ini berarti kalian wahai umat Islam telah diridhoi. Agama kalian pun diridhoi dan dicintai. Lalu telah turun pada kalian Rasul yang mulia, begitu pula kitab yang penuh kemuliaan.”

‘Ali bin Abi Tholhah berkata dari Ibnu ‘Abbas ketika menerangkan ayat di atas,
وهو الإسلام، أخبر الله نبيه صلى الله عليه وسلم والمؤمنين أنه أكمل لهم الإيمان، فلا يحتاجون إلى زيادة أبدا، وقد أتمه الله فلا ينقصه أبدا، وقد رضيه الله فلا يَسْخَطُه أبدا.
“Yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Islam. Allah telah mengabarkan pada Nabinya dan orang-orang beriman bahwa agama mereka telah disempurnakan sehingga mereka tidak butuh lagi pada penambahan selamanya. Allah telah menyempurnakan agama mereka berarti pula tidak boleh dikurangi. Dan Allah pun ridho, maka tidak boleh ada yang murka selamanya.” (Diriwayatkan oleh Ath Thobary dengan sanad yang shahih dari jalur Ibnu Abi Tholhah darinya)

Asbath berkata dari As Sudi, ia berkata, “Ayat ini turun pada hari Arafah, setelah itu tidak turun penghalalan atau pengharaman.”
Ibnu Juraij berkata,
مات رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد يوم عرفة بأحد وثمانين يوما.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia 81 hari setelah hari ‘Arafah.
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْيَهُودِ لِعُمَرَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ لَوْ أَنَّ عَلَيْنَا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ ( الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا ) لاَتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا . فَقَالَ عُمَرُ إِنِّى لأَعْلَمُ أَىَّ يَوْمٍ نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ ، نَزَلَتْ يَوْمَ عَرَفَةَ فِى يَوْمِ جُمُعَةٍ
Dari Thoriq bin Syihab, ia berkata bahwa seorang Yahudi pernah berkata pada ‘Umar, “Wahai Amirul Mukminin, seandainya ayat (yang ar
tinya), “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” turun di tengah-tengah kami, maka tentu kami akan menjadikannya sebagai hari ‘ied (hari raya).” ‘Umar pun berkata, “Aku mengetahui di hari apa ayat tersebut turun yaitu di hari ‘Arofah di hari Jum’at.” (HR. Bukhari no. 7268).
قال كعب: لو أن غير هذه الأمة نزلت عليهم هذه الآية، لنظروا اليوم الذي أنزلت فيه عليهم، فاتخذوه عيدا يجتمعون فيه. فقال عمر: أي آية يا كعب؟ فقال: { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ } فقال عمر: قد علمت اليوم الذي أنزلت فيه، والمكان الذي أنزلت (5) فيه، نزلت في يوم جمعة ويوم عرفة، وكلاهما بحمد الله لنا عيد.
“Ka’ab berkata: seandainya umat selain Islam diturunkan ayat ini, lalu memperhatikan hari tersebut dan menjadikan hari itu sebagai hari perayaan. ‘Umar pun berkata, “Hari apa itu wahai Ka’ab?” “Ketika turun ayat al yauma akmaltu lakum diinakum”, jawab Ka’ab. Lalu ‘Umar berkata, “Aku tahu hari di mana ayat tersebut turun. Aku pun tahu di mana tempat ayat tersebut turun. Ayat tersebut turun pada hari Jum’at bertepatan dengan hari ‘Arofah. Kedua hari tersebut -berkat karunia Allah- adalah hari ‘ied bagi kami.” (Diriwayatkan oleh Ath Thobari dengan sanad shahih).

Semoga dengan mengetahui hal ini semakin membuat kita mencintai Islam yang sempurna.

Monday 3 March 2014

Cerita Gunung

Jika kita mau memikirkan hikmah penciptaan gunung yang sangat menakjubkan, maka kita akan memuji dan membesarkan Pencipta gunung, yaitu Allah –Tabaraka wa ta’ala-. Perhatikanlah bentuknya yang sangat menakjubkan sungguh sangat sesuai dengan fungsinya. Sekiranya gunung dibuat bulat seperti bola atau bentuknya terjal seperti tembok, tentu susah untuk didaki dan sulit untuk mengambil manfaat darinya. Bahkan akan menghalangi sinar matahari dan udara untuk sampai kepada manusia. Jika gunung itu dibentangkan di atas seluruh permukaan bumi, tentu ia akan membuat sempit lahan pertanian dan tempat tinggal manusia, serta tanah datar akan tertutupi.

Disamping itu, gunung berfungsi seperti benteng dan tempat berlindung dari terpaan angin kencang dan serangan air banjir. Jika angin kencang menerjang, maka gunung akan menghalau  hembusannya dan menghambat kecepatannya sehingga tidak menghancurkan sesuatu yang ada di lembah. Ketika air banjir datang, maka gunung akan menghalaunya dan memalingkannya ke kanan dan kirinya. Sekiranya gunung tidak ada, tentu air banjir akan menghancurkan apa saja yang berada di jalur  yang dilaluinya. Jadi, bentuk yang paling ideal, paling layak dan paling sesuai dengan manfaatnya adalah bentuk yang telah diciptakan Allah-Azza Wa Jalla-.
Allah –Subhana Wa Ta’ala- telah mengajak kita agar memperhatikan dan merenungi kaifiyat penciptaan gunung. Allah – Subhana Wa Ta’ala – berfirman,
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) [الغاشية/17-19]
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?”. (QS. Al-Ghosiyah: 17-19)
Allah pancangkan gunung-gunung demi kemaslahatan yang besar  bagi manusia. Jika gunung-gunung tidak ada, maka bumi akan berguncang terus-menerus sehingga tidak ada kehidupan lagi di atas muka bumi ini. Allah – berfirman,
وَجَعَلْنَا فِي الأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ  [الأنبياء/31]
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk”. (QS. Al-Anbiyaa’ : 31)
Penciptaan gunung dan hikmahnya merupakan bukti yang sangat besar atas kekuasaan Pencipta dan Pembuatnya, ketinggian ilmu dan hikmah sekaligus bukti atas ke-MahaEsaan-Nya. Gunung yang begitu kokoh dan besar ternyata tunduk dan patuh kepada perintah Allah, bahkan senantiasa bertasbih dan bertahmid memuji-Nya serta sujud kepada-Nya semata-mata karena takut kepada-Nya. Allah berfirman,
وَلَقَدْ آَتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا فَضْلًا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ  [سبأ/10]
“Dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman), “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud”. (QS. Saba’ : 10)
Allah –Ta’ala- berfirman,
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ
“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia?” (QS. Al-Hajj : 18)
Jadi, segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, seluruhnya tunduk dan patuh kepada-Nya. Sebab, semuanya adalah milik Allah. Di Tangan-Nya segala urusan dan perintah. Allah berfirman,
وَلَوْ أَنَّ قُرْآَنًا سُيِّرَتْ بِهِ الْجِبَالُ أَوْ قُطِّعَتْ بِهِ الأَرْضُ أَوْ كُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَى بَلْ لِلَّهِ الْأَمْرُ جَمِيعًا أَفَلَمْ يَيْئَسِ الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ لَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَهَدَى النَّاسَ جَمِيعًا  [الرعد/31]
 “Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al Quran itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. (QS. Ar-Radd : 31)
Oleh karenanya, di Tangan Allah kunci segala urusan bagi alam semesta ini. Gunung dan seluruh makhluk yang ada di bumi ini tunduk dan patuh terhadap perintah Allah Yang Maha Perkasa. Di tangan-Nya pengaturan meletus tidaknya gunung-gunung, bertiupnya badai topan, gelombang tsunami dan lain sebagainya. Semua urusan alam semesta kembali kepada Penciptanya (Allah). Jika Dia menghendaki terjadi, maka akan terjadi. Bila Dia menghendaki tak terjadi, maka pasti tak terjadi. Karenanya, Ibnu Abbas –radhiyallahu anhu- berkata saat menafsirkan potongan terakhir di atas, “Dia tak melakukan dari urusan itu, kecuali apa yang Allah kehendaki”. [Lihat Ad-Durr Al-Mantsur (6/15) karya Abu Bakr As-Suyuthiy]
Tidak seperti anggapan sebagian orang-orang jahil bahwa ada yang mengatur gunung dari selain Allah berupa jin-jin, dewa, makhluk halus, dedemit dan lainnya. Bahkan yang lebih aneh, tatkala sebagian manusia mengangkat seseorang yang penuh dengan kelemahan dan kekurangan sebagai “juru kunci gunung” yang sangat besar, kuat dan kokoh. Mereka meyakini bahwa si juru kunci itu (semisal, Mbah Marijan) mampu mengatur keganasan gunung dan memahami apa yang diinginkan gunung tersebut. Sehingga dengan hal itu, mereka telah terjatuh dalam kesalahan yang sangat besar, yaitu kesalahan dalam tauhid rububiyyah, sedang orang-orang musyrik di zaman jahiliyyah tidak pernah terlintas dalam benak mereka tentang hal tersebut. Tidak mengherankan jika negeri kita diterjang musibah silih berganti disebabkan karena keyakinan-keyakinan yang rusak seperti ini.
Ingatlah! Tatkala Allah menawarkan amanat kepada gunung untuk mengemban syariat dari Allah; melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangan-Nya, namun gunung itu enggan untuk menerimanya. Sebab gunung khawatir mengkhianati amanat tersebut. Tentunya diantara amanah terbesar, men-tauhid-kan Allah dalam beribadah dan dalam perkara rububiyyah. Allah – berfirman,
إِنَّا عَرَضْنَا الأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا اْلإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولاً  [الأحزاب/72]
 “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, lalu semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS. Al-Ahdzab: 72)
Urusan apa yang tak mampu diemban oleh langit, bumi dan gunung?! Urusan yang berat berupa perintah dan larangan dari Penciptanya. Tapi semua makhluk itu takut, takut jika mereka melanggar batasan-batasan Rabb-nya. Saking takutnya, gunung akan berguncang hebat dan  terpecah belah jika Al-Qur’an diturunkan kepadanya. Disebabkan oleh kemuliaan Al-Qur’an dan takutnya mereka kepada Allah. Allah – berfirman,
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآَنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ  [الحشر/21]
Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS. Al-Hasyr : 21)
Al-Imam Abul Fidaa’ Ibnu Katsirrahimahullah- berkata, “Maksudnya, bila gunung dengan sifat keras dan kuatnya, andai gunung dapat memahami Al-Qur’an ini, lalu ia men-tadabburi sesuatu yang terdapat di dalamnya, niscaya gunung akan tunduk dan terpecah belah karena takut kepada Allah –Azza wa Jalla-. Nah, bagaimana bisa bagi kalian –wahai manusia- sampai hati kalian tak lembut dan tidak khusyu’ serta tidak pecah karena takut kepada Allah, sedang kalian (wahai manusia) sungguh telah memahami perintah Allah dan telah men-tadabburi Kitab-Nya”. [Lihat Tafsir Ibn Katsir (8/78)]

Dari penjelasan yang ringkas ini, maka hendaklah kita menyadari segala kekurangan kita. Pernahkah hati kita bergetar ketika mendengar ayat-ayat Allah dilantunkan? Pernahkah kedua pipi kita ini basah oleh tetesan air mata, walaupun setitik saja ketika mendengar ayat-ayat Allah dibacakan? atau jangan-jangan tidak pernah!! Cobalah kita menengok jauh ke dalam lubuk hati kita! Periksalah apakah disana masih ada kata iman? atau sudah tertutupi oleh noda-noda hitam kemaksiatan. Bila di dalam hati kita masih ada keimanan, lalu mengapa ia tidak bergetar ketika mendengar ayat-ayat Allah dibacakan? ataukah hati kita lebih keras daripada gunung…? sungguh aneh manusia yang terbuat dari sekerat daging saja, namun hatinya lebih keras daripada gunung!!

Oleh karenanya, marilah kita kembali mempelajari agama Allah dan Rasul-Nya, membaca dan menelaah Al-Qur’an  dan hadits Nabi-Nya. Janganlah kita bersikap sombong, sebab Allah tidak menyenangi orang-orang yang menyombongkan diri.
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
وَلاَ تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ اْلأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولاً  [الإسراء/37]
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Israa’ : 37)
Sumber : http://pesantren-alihsan.org/cerita-gunung.html